Issue kenaikan harga BBM sepertinya akan segera menjadi kenyataan. Sidang paripurna DPR sudah ketok palu berdasarkan voting menyetujui rencana kenaikan BBM dan tinggal menunggu waktu saja.
Berbagai kecaman, protes, demonstrasi maupun hujatan tak bisa dihindarkan atas rencana kenaikan BBM ini dan sudah pasti sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi, SBY menerima semua bentuk ketidakpuasan tersebut. Beberapa ahli mengeluarkan pernyataan bahwa rencana kenaikan BBM merupakan pembohongan publik dengan mengeluarkan dasar perhitungan harga minyak dunia dan kalkulasi subsidi untuk rakyat. Ahli yang lain berpendapat sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM adalah wajar mengingat pemerintah terlalu besar beban untuk menanggung subsidi BBM sedang harga di pasar dunia jauh lebih tinggi.
Belum lagi masalah kenaikan harga BBM ini dikaitkan dengan politik dan berbagai kepentingan kelompok tertentu. Masing-masing mengatasnamakan suara untuk rakyat. BBM naik rakyat akan sengsara, mari demo untuk rakyat. Sisi lain berkata untuk penyelamatan bangsa, kenaikan harga BBM tidak bisa dihindari, Balsem solusi untuk subsidi rakyat kurang mampu. Semua mengatasnamakan rakyat.
Saya kebetulan bukan ahli politik sehingga sedikit sulit untuk mencerna bahasa politik. Saya bukan pula ahli ekonomi yang bisa membuat kalkulasi efek kenaikan harga minyak dunia, besaran subsidi yang layak atau perumusan anggaran negara. Jadi saya coba ambil sudut pandang sederhana dari catatan sejarah harga BBM. Hasilnya, ternyata SBY paling berprestasi soal harga BBM…!!
Sebelum dicaci maki tidak pro rakyat karena dianggap mendukung kenaikan BBM, coba kita analisa bersama data berikut ini.
Berikut ini adalah perubahan harga BBM bersubsidi, yang dalam hal ini Premium per liter, sejak era Soeharto hingga SBY:
Soeharto
1991: Rp 150 naik jadi Rp 550
1993: Rp 550 naik jadi Rp 700
1998: Rp 700 naik jadi Rp 1.200
BJ Habibie
1998: Rp 1.200 turun ke Rp 1.000
Abdurrahman Wahid
1999: Rp 1.000 turun jadi Rp 600
2000: Rp 600 naik ke Rp 1.150
2001: Rp 1.150 naik ke Rp 1.450
Megawati Soekarnoputri
2002: Rp 1.450 naik jadi Rp 1.550
2003: Rp 1.500 naik jadi Rp 1.810
SBY
2005: Rp 1.810 naik jadi Rp 2.400
2005: Rp 2.400 naik jadi Rp 4.500
2008: Rp 4.500 naik jadi Rp 6.000
2008: Rp 6.000 turun ke Rp 5.500
2008: Rp 5.500 turun ke Rp 5.000
2009: Rp 5.000 turun ke Rp 4.500
Sumber : bisnis keuangan Kompas
Ada beberapa catatan dari data di atas :
SBY adalah presiden yang paling banyak menurunkan harga BBM. Tercatat 3 kali harga BBM turun. Habibie tercatat satu kali menurunkan harga BBM tanpa menaikkan. Soeharto 3 kali menaikkan harga BBM tanpa berhasil menurunkan disusul kemudian oleh Megawati.
Coba kita beri bobot untuk masing-masing kriteria naik dan turun, misalnya seperti pembobotan ujian masuk perguruan tinggi (benar : point +4, salah : point -1). Untuk kriteria BBM ini kita turunkan sedikit pointnya (turun : point +2, naik : point : -1), maka SBY dapat point sbb :
- naik : 3 kali –» point -3
- turun : 3 kali –» point +6
Jadi total skor SBY : +3 point. Dengan rencana kenaikan nanti point berkurang -1 menjadi +2.
Presiden dengan point terendah ternyata adalah Soeharto dengan catatan menaikkan harga BBM 3 kali –» skor : -3 point.
Kalau kita lihat tingginya persentase kenaikan, data menunjukkan di era Soeharto terjadi kenaikan paling tinggi yaitu sebesar 366% (150 –» 550), sedangkan SBY paling tinggi menaikkan harga BBM sebesar 187% (2.400 –» 4.500).
Selama menjabat sebagai Presiden, Soeharto menaikkan harga BBM dari rentang terendah sampai tertinggi mencapai 800% (150 –» 1.200), sedangkan SBY hanya sekitar 331% (1.810 –» 6.000).
Jika kita lihat rencana kenaikan BBM yang akan dilakukan menjadi sebesar 6.000, hal ini sebenarnya bukan terjadi kenaikan harga tapi mengembalikan sama dengan harga BBM pada periode tahun 2008 sesperti data di atas.
Berdasar data dan analisa di atas, kita bisa tarik kesimpulan bahwa SBY adalah Presiden paling berprestasi untuk urusan BBM, disusul Habibie yang tanpa catatan menaikkan harga BBM. Sedangkan Soeharto menempati urutan terbawah dengan prestasi selalu menaikkan harga BBM tanpa pernah turun dan rentang kenaikan yang paling besar.
Analisa di atas murni dari data statistik yang ada. Kalau kita lihat dari frekuensi naik turun harga, SBY ternyata paling sering melakukan perubahan harga baik naik maupun turun. Tercatat 6 kali melakukan perubahan harga dan akan menjadi 7 kali jika terealisasi rencana naik tahun ini.
Kalau sedikit dibawa ke ranah politik dan ekonomi di tanah air, sebenarnya efek yang besar bukan di kenaikan harga BBM-nya, tapi imbas dari kenaikan atau pun penurunan. Rentetan efek berantai kenaikan sembako dan kawan-kawan bahkan sudah terjadi saat issue muncul dan belum realisasi. BBM turun ternyata harga kebutuhan pokok kekeuh di posisinya.
Ketidakpastian keputusan yang berlarut memeunculkan berbagai efek spekulatif berbagai kelompok dan oknum.
Jadi kalau kita bawa ke suara hati rakyat, semakin sering menaikkan atau menurunkan harga BBM artinya mempermainkan hati rakyat..!!
Salam Gowes,
It's All About Bicycle |
0 comments:
Post a Comment