Bicycle4you ~ It's All About Bicycle | Members area : Register | Sign in

Keputusan Tepat Menaikkan Harga BBM

Sunday, June 23, 2013

Akhirnya BBM naik juga..

Setelah melewati berbagai macam pembahasan yang diwarnai rentetan unjuk rasa mahasiswa maupun buruh dan juga tidak ketinggalan pemasangan poster menolak kenaikan BBM dari partai politik, harga BBM tetap diputuskan naik.
1371922934546063151
Antri BBM (source : tempo.co)
Kenaikan BBM ini tentu saja berdampak cukup luas terhadap roda perekonomian di tanah air, belum lagi jika di bawa-bawa ke ranah politik. Tapi jika melihat bahwa mau tidak mau pemerintah tetap menaikkan harga BBM, menurut penilaian saya ini adalah pengambilan keputusan yang tepat di waktu sekarang.

Kenapa saya bilang keputusan yang tepat?
Saya coba ambil pendekatan dari sisi psikologi  ekonomi, istilah saya sendiri sih.. :). Maksudnya kalau dilihat dari sisi ekonomi, imbas kenaikan harga BBM ini pasti sangat mempengaruhi pergerakan harga-harga yang lain terutama sembako. Nah, fenomena secara psikologis atau yang saya istilahkan psikologi ekonomi tadi kira-kira adalah persepsi orang dan reaksinya terhadap perubahan ini.

Kita coba lihat reaksi orang-orang menjelang kenaikan BBM. Antrian panjang orang di SPBU terjadi di mana-mana. Sebagian yang ikut antri adalah para demonstran yang menolak kenaikan BBM, lha kok ikut ngantri juga? :)

Kalau dilihat dari faktor ekonomi coba kita hitung, efek kenaikan adalah 2.000 rupiah. Motor isi penuh sekitar 4 liter, untuk motor besar sekitar 10 liter. Jadi efek ekonomisnya hanya sebesar 8.000 - 20.000 rupiah saja, hanya senilai sebungkus dua bungkus rokok, tidak senilai dengan usaha untuk antri panjang. Nah, inilah yang saya sebut tadi faktor psikologi ekonomi. Beda dengan para penimbun yang murni memanfaatkan faktor ekonomi.

Jadi apa hubungan efek psikologis ini dengan judul di atas?
Coba kita lihat benang merahnya. Kita tinggal menghitung hari untuk memasuki bulan Ramadhan dan disusul dengan Hari Raya Idul Fitri. Seperti sudah menjadi tren musiman bahwa menjelang lebaran harga kebutuhan bahan pokok akan cenderung naik dan orang-orang pun akan mempersiapkan diri. Secara psikologis, kenaikan harga sembako pada menjelang lebaran sudah dianggap hal wajar dan sisi konsumtif dari manusia akan mengabaikan hal itu. Pulang mudik setahun sekali dengan biaya tambahan karena tuslah tidak menjadi masalah buat mudikers.

Nah, sekali lagi saya katakan bahwa keputusan menaikkan harga BBM saat ini diambil pada waktu yang tepat. Dengan menaikkan harga BBM di saat memang “wajar” harga-harga kebutuhan pokok naik akan mengkamuflase dampak kenaikannya secara psikologi ekonomi tadi. Coba kita bandingkan jika BBM naik setelah lebaran nanti, efek secara psikologis akan terjadi dua kali lipat kenaikan secara berantai, di saat budget cadangan untuk hari raya sudah habis.

Efek lain kenaikan menjelang lebaran mungkin akan berimbas positif terhadap berkurangnya pemudik yang menggunakan sepeda motor yang kalau kita lihat catatan laka lantas saat mudik tahunan paling banyak terjadi korban pengendara sepeda motor. Mungkin orang akan coba transportasi lain seperti kereta atau bus yang memang tarifnya lebih tinggi karena tuslah meskipun BBM tidak naik.

Sebenarnya ada satu lagi efek yang berefek ke saya pribadi. Setelah diumumkan semalam bahwa BBM naik, pagi-pagi saya keluarkan sepeda. Ternyata ban kempes…

Yah…jadi ingat kalau sudah 3 mingguan tidak pernah menyentuh si B!anchi beureum. Jadi memang tepat keputusan menaikkan harga BBM saat ini, biar saya bisa kembali bersemangat muter bareng bini kedua yang ndak perlu minum BBM ^_^

Salam Gowes,
It's All About Bicycle

Prestasi SBY di Balik Kenaikan Harga BBM

Wednesday, June 19, 2013

Issue kenaikan harga BBM sepertinya akan segera menjadi kenyataan. Sidang paripurna DPR sudah ketok palu berdasarkan voting menyetujui rencana kenaikan BBM dan tinggal menunggu waktu saja.
13715768431152985388
BBM dan SBY (source: wartanews.com)
Berbagai kecaman, protes, demonstrasi maupun hujatan tak bisa dihindarkan atas rencana kenaikan BBM ini dan sudah pasti sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi, SBY menerima semua bentuk ketidakpuasan tersebut. Beberapa ahli mengeluarkan pernyataan bahwa rencana kenaikan BBM merupakan pembohongan publik dengan mengeluarkan dasar perhitungan harga minyak dunia dan kalkulasi subsidi untuk rakyat. Ahli yang lain berpendapat sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM adalah wajar mengingat pemerintah terlalu besar beban untuk menanggung subsidi BBM sedang harga di pasar dunia jauh lebih tinggi.

Belum lagi masalah kenaikan harga BBM ini dikaitkan dengan politik dan berbagai kepentingan kelompok tertentu. Masing-masing mengatasnamakan suara untuk rakyat. BBM naik rakyat akan sengsara, mari demo untuk rakyat. Sisi lain berkata untuk penyelamatan bangsa, kenaikan harga BBM tidak bisa dihindari, Balsem solusi untuk subsidi rakyat kurang mampu. Semua mengatasnamakan rakyat.

Saya kebetulan bukan ahli politik sehingga sedikit sulit untuk mencerna bahasa politik. Saya bukan pula ahli ekonomi yang bisa membuat kalkulasi efek kenaikan harga minyak dunia, besaran subsidi yang layak atau perumusan anggaran negara. Jadi saya coba ambil sudut pandang sederhana dari catatan sejarah harga BBM. Hasilnya, ternyata SBY paling berprestasi soal harga BBM…!!

Sebelum dicaci maki tidak pro rakyat karena dianggap mendukung kenaikan BBM, coba kita analisa bersama data berikut ini.

Berikut ini adalah perubahan harga BBM bersubsidi, yang dalam hal ini Premium per liter, sejak era Soeharto hingga SBY:

Soeharto
1991: Rp 150 naik jadi Rp 550
1993: Rp 550 naik jadi Rp 700
1998: Rp 700 naik jadi Rp 1.200

BJ Habibie
1998: Rp 1.200 turun ke Rp 1.000

Abdurrahman Wahid
1999: Rp 1.000 turun jadi Rp 600
2000: Rp 600 naik ke Rp 1.150
2001: Rp 1.150 naik ke Rp 1.450

Megawati Soekarnoputri
2002: Rp 1.450 naik jadi Rp 1.550
2003: Rp 1.500 naik jadi Rp 1.810

SBY
2005: Rp 1.810 naik jadi Rp 2.400
2005: Rp 2.400 naik jadi Rp 4.500
2008: Rp 4.500 naik jadi Rp 6.000
2008: Rp 6.000 turun ke Rp 5.500
2008: Rp 5.500 turun ke Rp 5.000
2009: Rp 5.000 turun ke Rp 4.500


Ada beberapa catatan dari data di atas :
SBY adalah presiden yang paling banyak menurunkan harga BBM. Tercatat 3 kali harga BBM turun. Habibie tercatat satu kali menurunkan harga BBM tanpa menaikkan. Soeharto 3 kali menaikkan harga BBM tanpa berhasil menurunkan disusul kemudian oleh Megawati.

Coba kita beri bobot untuk masing-masing kriteria naik dan turun, misalnya seperti pembobotan ujian masuk perguruan tinggi (benar : point +4, salah : point -1). Untuk kriteria BBM ini kita turunkan sedikit pointnya (turun : point +2, naik : point : -1), maka SBY dapat point sbb :
- naik : 3 kali –» point -3
- turun : 3 kali –» point +6
Jadi total skor SBY : +3 point. Dengan rencana kenaikan nanti point berkurang -1 menjadi +2.

Presiden dengan point terendah ternyata adalah Soeharto dengan catatan menaikkan harga BBM 3 kali –» skor : -3 point.

Kalau kita lihat tingginya persentase kenaikan, data menunjukkan di era Soeharto terjadi kenaikan paling tinggi yaitu sebesar 366% (150 –» 550), sedangkan SBY paling tinggi menaikkan harga BBM sebesar 187% (2.400 –» 4.500).

Selama menjabat sebagai Presiden, Soeharto menaikkan harga BBM dari rentang terendah sampai tertinggi mencapai 800% (150 –» 1.200), sedangkan SBY hanya sekitar 331% (1.810 –» 6.000).

Jika kita lihat rencana kenaikan BBM yang akan dilakukan menjadi sebesar 6.000, hal ini sebenarnya bukan terjadi kenaikan harga tapi mengembalikan sama dengan harga BBM pada periode tahun 2008 sesperti data di atas.

Berdasar data dan analisa di atas, kita bisa tarik kesimpulan bahwa SBY adalah Presiden paling berprestasi untuk urusan BBM, disusul Habibie yang tanpa catatan menaikkan harga BBM. Sedangkan Soeharto menempati urutan terbawah dengan prestasi selalu menaikkan harga BBM tanpa pernah turun dan rentang kenaikan yang paling besar.

Analisa di atas murni dari data statistik yang ada. Kalau kita lihat dari frekuensi naik turun harga, SBY ternyata paling sering melakukan perubahan harga baik naik maupun turun. Tercatat 6 kali melakukan perubahan harga dan akan menjadi 7 kali jika terealisasi rencana naik tahun ini.

Kalau sedikit dibawa ke ranah politik dan ekonomi di tanah air, sebenarnya efek yang besar bukan di kenaikan harga BBM-nya, tapi imbas dari kenaikan atau pun penurunan. Rentetan efek berantai kenaikan sembako dan kawan-kawan bahkan sudah terjadi saat issue muncul dan belum realisasi. BBM turun ternyata harga kebutuhan pokok kekeuh di posisinya. 

Ketidakpastian keputusan yang berlarut memeunculkan berbagai efek spekulatif berbagai kelompok dan oknum.

Jadi kalau kita bawa ke suara hati rakyat, semakin sering menaikkan atau menurunkan harga BBM artinya mempermainkan hati rakyat..!!

Salam Gowes,
It's All About Bicycle

PRJ Monas: Satu Lagi Program Instan Jokowi?

Monday, June 17, 2013

13714007901372642962
PRJ Monas (source : indonesiarayanews.com)
Pekan Produk Kreatif Daerah (PPKD) resmi ditutup hari ini meski batal dihadiri Ahok sang DKI-2. Karena bertepatan dengan digelarnya agenda tahunan Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Kemayoran, pagelaran ini lebih ngetrend dengan sebutan PRJ Monas. Apakah perhelatan ini merupakan pagelaran tandingan?

Meski sempat terjadi sedikit polemik tentang penyelenggaraan acara ini yang disebut sebagai acara tandingan PRJ Kemayoran, saya setuju dengan klarifikasi Jokowi bahwa ini bukan acara tandingan, lha wong dua-duanya milik kita kok. Meski demikian, insiden “Kerak Telor” memperlihatkan perbedaan misi visi dari penyelenggaraan dua acara ini.

Acara PRJ Monas ini begitu antusias disambut oleh warga Jakarta, terbukti dengan membludaknya pengunjung yang menyebabkan kemacetan yang mestinya sudah “biasa” di Ibukota ini. Saya sebagai warga pinggiran Ibukota kebetulan tidak menyaksikan secara langsung acara PRJ Monas ini, dan selama 10 tahun lebih tinggal di sini, baru 1 kali datang ke perhelatan PRJ Kemayoran :D dan satu kesan tercatat di kepala, “kapok..macet..”.

Sebagai warga biasa yang terus terang awam masalah politik, saya sedikit memperhatikan sepak terjang Jokowi. Kalau dilihat dari kacamata saya yang minus politik ini, ada sedikit fenomena yang bertolak belakang dengan gaya Jokowi saat menjabat Walikota Solo sebelumnya. Satu catatan yang ada di kepala saya saat wawancara Jokowi di sebuah stasiun TV saat cerita tentang relokasi PKL di Solo. Ternyata proses relokasi tidak mudah dan cepat. Butuh waktu berbulan-bulan dan mediasi dengan para PKL berkali-kali, dengan hasil relokasi berjalan lancar. Kesabaran Jokowi untuk “program” di Solo itu berbeda sekali dengan “program” di DKI yang “terlihat” serba instan, salah satunya PRJ Monas.

Salah yang lain menurut catatan awam saya, ada program kartu sehat untuk warga miskin yang menuai banyak kontroversi mengenai kesiapan infrastruktur dan dukungan dari pelayanan kesehatan. Kemudian ada lagi program plat nomor ganjil-genap yang ditunda pelaksanaannya, lagi-lagi masalah kesiapan sarana pendukungnya. Salah satu catatan dari pelaksanaan PRJ Monas ini juga mengenai kesiapan pendukungnya. Komentar mengenai tata kota sampai kesiapan lokasi yang semrawut dan kemacetan di seputaran Monas menjadi catatan penyelenggaraan agenda ini.

Politik pencitraan terpaksa saya sebut di sini meski terkesan basi. Saya sangat setuju dengan insight positif dari semua program instan Jokowi di atas yaitu untuk rakyat. Dan tentunya sangat tepat sekali mengusung citra “untuk rakyat” ini dalam politik di tanah air saat ini, suara rakyat sangat menentukan.

Saya tidak begitu kenal dengan sepak terjang FX. Hadi Rudyatmo, pendamping Jokowi saat jadi Walikota Solo. Tapi sepertinya pilihan Ahok sebagai pendamping Jokowi sebagai DKI-2 merupakan pilihan tepat untuk suksesnya program instan di Ibukota. Gaya “radikal” Ahok sangat pas untuk gebrakan-gebrakan cepat, cocok untuk warga Ibukota yang tiap hari disuguhi dengan tuntutan untuk “cepat” ditengah kemacetan.

Tuntutan kecepatan ini tentunya juga linier terhadap waktu. Bukan tidak mungkin Jokowi merubah gaya “sabar” menjadi “instan” karena tuntutan agenda yang lebih besar dan terbatasnya waktu. Media sebagai pencatat, perekam jejak dan penyebar informasi dan citra merupakan alat yang sangat efektif untuk akselerasi yang serba instan tadi.
Mie instan memang nikmat dan efektif untuk mengenyangkan perut, tapi kata ahli kesehatan kurang baik mengkonsumsinya secara berlebihan. Lebih enak makanan olahan dari alam, hasil budidaya para petani kita yang alami dan menyehatkan.

Mudah-mudahan yang diolah Jokowi-Ahok bukan hasil produksi pabrik politik dengan bumbu kimiawi yang menguasai tapi merupakan makanan rakyat seutuhnya yang diolah dengan takaran yang tepat dan cepat saji yang mengenyangkan serta menyehatkan bangsa ini.

Masalah kemacetan dan banjir merupakan makanan alami penduduk Ibukota yang mudah-mudahan bisa di atasi dengan cara penyajian instan duo master chef kita ini. Kita tunggu gebrakan instan berikutnya… :)

Salam Gowes,
It's All About Bicycle

Hemat BBM? Tidak Perlu Itu!

Tuesday, June 4, 2013

1370344683666634610
Energi Alternatif (Doc: Bike to Work Magelang)
Issue kenaikan BBM yang masih tarik ulur merupakan fenomena menarik dan sedikit lucu apabila kita cermati. Bagaimana tidak? BBM sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat umum dan yang menariknya adalah baru sekedar issue saja sudah membuat efek berantai di sekelilingnya. Belum-belum harga sembako sudah siap-siap ikut naik, belum lagi ulah para sepekulan yang dengan oportunisnya menimbun BBM sebelum harga naik.

Lebih menarik lagi ternyata issue ini sangat renyah untuk dibawa ke kancah politik. Wacana bantuan uang tunai sebagai kompensasi kenaikan harga BBM disinyalir digunakan sebagai sarana politis kelompok tertentu yang bisa jadi sarana politis kelompok lain juga untuk menjatuhkan. Sedemikian menariknya BBM ini sehingga kita (pemerintah kita tepatnya) disibukkan untuk mengkaji ulang ‘harga yang pantas’ untuk BBM dengan mempertimbangkan faktor keekonomian dan kemaslahatan rakyat banyak, atau boleh diartikan harga subsidi yang tidak memberatkan rakyat.

Tambah menariknya lagi, setiap saat bahkan bukan hanya ketika muncul wacana kenaikan harga BBM, himbauan agar lebih hemat BBM digaungkan di sana-sini. Nah ini sebenarnya yang lucu. Kenapa harus hemat BBM? saya tegaskan lagi sesuai judul di atas.. Tidak Perlu..!!

Lebih hemat BBM artinya kita harus mengkonsumsi BBM lebih sedikit dari sebelumnya. Secara logika hal ini sungguh tidak masuk akal. Semakin hari semakin bertambah jumlah penduduk, artinya pemakai BBM akan bertambah. Konsumsi terbesar BBM adalah untuk moda transportasi, perhatikan kemacetan yang semakin hari semakin parah. Artinya untuk menempuh jarak yang sama diperlukan waktu lebih lama dan artinya lagi akan lebih banyak BBM yang dikonsumsi. Himbauan untuk berhemat BBM merupakan tuntutan sepihak yang merugikan warga negara sebagai konsumen.

Kalau kita coba kembali ke ingatan di bangku sekolah, mungkin masih sedikit teringat bagaimana dan dari mana asal muasal minyak atau BBM dihasilkan. Ya..berasal dari tumbuhan dan hewan serta fosil nenek moyang kita berjuta tahun yang lalu. Apakah nenek moyang kita pada jaman dahulu kala pernah berpikir atau sekedar membayangkan bahwa tulang belulang mereka itu lah yang nantinya akan jadi komoditi berharga bernama BBM? Jadi mestinya sama dengan kita sekarang, tidak perlu berpikir hemat BBM untuk masa depan anak cucu kita nantinya.

Akan sangat lucu dan konyol sepertinya kalau kita sekarang berpikir bahwa dengan hemat BBM kita berharap bisa menyisakannya untuk anak cucu kita nanti. Mari kita kembali lagi ingatan ke buku pelajaran tentang hukum kekekalan energi. Masih ingat? Yup..hukum kekalan energi menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau pun dimusnahkan, energi hanya dapat dirubah dari satu bentuk ke bentuk energi yang lainnya. Jadi cukup jelas bukan? Berapa pun banyak kita konsumsi BBM, energinya tidak akan pernah habis, hanya berubah ke bentuk yang lain. Jadi sekali lagi..hemat BBM itu tidak perlu..!!
Benar-benar menarik dan lucu bukan? :)

Biar tidak tambah lucu lagi saya coba sampaikan ide lugu saya. Akan sangat senang saya sebagai masyarakat awam ini apabila bukan disuguhi wacana tarik ulur kenaikan harga BBM yang dibawa-bawa ke ranah politik kemudian dibumbui paksaan untuk hemat BBM, benar-benar pembodohan dan pembatasan hak kita sebagai rakyat. Betapa gembiranya saya apabila yang muncul adalah wacana mengenai energi alternatif, ide-ide brilian tentang energi yang terbarukan. Berikanlah pilihan kepada kita sebagai warga negara untuk memilih energi yang kita butuhkan untuk kelangsungan hidup..bukan membatasinya. Apa kabarnya mobil listrik? Sampai mana kelangsungan cerita konversi minyak tanah ke gas? Bagaiman kisah pembangkit listrik tenaga surya, tenaga ombak di lautan kita yang maha luas? Cukup banyak sumber energi alternatif yang belum kita kaji dengan seksama.

Coba kita berandai-andai sekian juta tahun yang akan datang, kalau hanya berpikir tentang BBM mungkin akan ada ide pembunuhan massal dan percepatan pembusukan tubuh kita menjadi fosil yang kemudian menghasilkan minyak untuk kebutuhan energi anak cucu kita, mengerikan sekali kan? :)

Jadi memang sebaiknya kita tidak perlu berpikir kelak anak cucu kita mau seperti apa. Cukup kita berpikir saat ini untuk sedikit kreatif, ingat energi itu tidak dapat diciptakan atau pun dimusnahkan…ubahlah dia dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Berangkat kerja tidak perlu mampir SPBU untuk beli BBM, cukup mampir warteg sebelah untuk diubah menjadi energi gowes pedal di kaki….wussss…wusshh… ^_^

Salam Gowes,
It's All About Bicycle
 
Back to Top